atau akrab disapa Abu Nasr
Mansur (960 M - 1036 M). Bill Scheppler
dalam karyanya bertajuk al-Biruni:
Master Astronomer and Muslim Scholar
of the Eleventh Century,
mengungkapkan, bahwa Abu Nasr Mansur
merupakan seorang ahli
matematika Muslim dari Persia.
"Dia dikenal sebagai
penemuan hukum sinus," ungkap Scheppler.Ahli sejarah
Matematika John Joseph
O'Connor dan Edmund Frederick Robertson
menjelaskan bahwa Abu Nasr
Mansur terlahir di kawasan Gilan, Persia
pada tahun 960 M. Hal itu
tercatat dalam The Regions of the World,
sebuah buku geografi Persia
bertarikh 982 M.
Keluarganya "Banu
Iraq" menguasai wilayah Khawarizm (sekarang, Kara-Kalpakskaya,
Uzbekistan). Khawarizm
merupakan wilayah yang berdampingan dengan Laut
Aral. "Dia menjadi
seorang pangeran dalam bidang politik," tutur
O'Cornor dan Robertson.
Di Khawarizm itu pula, Abu
Nasr Mansur menuntut ilmu dan berguru pada seorang astronom dan ahli matematika
Muslim terkenal Abu'l-Wafa
(940 M - 998 M). Otaknya yang encer membuat
Abu Nasr dengan mudah
menguasai matematika dan astronomi. Kehebatannya
itu pun menurun pada
muridnya, yakni Al-Biruni (973 M - 1048 M).
Kala itu, Al-Biruni tak
hanya menjadi muridnya saja, tapi juga menjadi
koleganya yang sangat
penting dalam bidang matematika. Mereka bekerja
sama menemukan rumus-rumus
serta hukum-hukum yang sangat luar biasa
dalam matematika. Kolaborasi
kedua ilmuwan itu telah melahirkan sederet
penemuan yang sangat hebat
dan bermanfaat bagi peradaban manusia.
Perjalanan kehidupan Abu
Nasr dipengaruhi oleh situasi politik yang kurang stabil.
Akhir abad ke-10 M hingga
awal abad ke-11 M merupakan periode kerusuhan
hebat di dunia Islam. Saat
itu, terjadi perang saudara di kota sang
ilmuwan menetap. Pada era
itu, Khawarizm menjadi bagian dari wilayah
kekuasaan Dinasti
Samaniyah.
Perebutan kekuasaan di
antara dinasti-dinasti kecil di wilayah Asia Tengah itu membuat situasi
politik menjadi kurang
menentu. Pada 995 M, kekuasaan Banu Iraq
digulingkan. Saat itu, Abu
Nasr Mansur menjadi pangeran. Tidak jelas
apa yang terjadi pada Abu
Nasr Mansur di negara itu, namun yang pasti
muridnya al-Biruni berhasil
melarikan diri dari ancaman perang saudara
itu.
Setelah peristiwa itu, Abu
Nasr Mansur bekerja di istana Ali ibnu Ma'mun dan
menjadi penasihat Abu'l
Abbas Ma'mun. Kehadiran Abu Nasr membuat kedua
penguasa itu menjadi
sukses.
Ali ibnu Ma'mun dan Abu'l Abbas
Ma'mun merupakan pendukung ilmu pengetahuan. Keduanya mendorong dan
mendukung Abu Nasr
mengembangkan ilmu pengetahuan. Tak heran jika ia
menjadi ilmuwan paling top
di istana itu. Karya-karyanya sangat
dihormati dan dikagumi.
Abu Nasr Mansur menghabiskan
sisa hidupnya di istana Mahmud di Ghazna. Ia wafat pada 1036 M di Ghazni,
sekarang Afghanistan.
Meski begitu, karya dan kontribusianya bagi
pengembangan sains tetap
dikenang sepanjang masa. Dunia Islam modern
tak boleh melupakan sosok
ilmuwan Muslim yang satu ini.
Kontribusi Sang Ilmuwan
Abu Nasr Mansur telah
memberikan kontribusi yang penting dalam dunia ilmu
pengetahuan. Sebagian Karya
Abu Nasr fokus pada bidang matematika, tapi
beberapa tulisannya juga
membahas masalah astronomi.
Dalam bidang matematika,
dia memiliki begitu banyak karya yang sangat penting
dalam trigonometri.
Abu Nasr berhasil mengembangkan karya-karya ahli
matematika, astronomi,
geografi dan astrologi Romawi bernama Claudius
Ptolemaeus (90 SM – 168
SM).
Dia juga mempelajari karya
ahli matematika dan astronom Yunani, Menelaus of Alexandria (70 SM – 140
SM). Abu Nasr mengkritisi
dan mengembangkan teori-teori serta
hukum-hukum yang telah
dikembangkan ilmuwan Yunani itu.
Kolaborasi Abu Nasr dengan
al-Biruni begitu terkenal. Abu Nasr berhasil
menyelesaikan sekitar 25
karya besar bersama al-Biruni. " Sekitar 17
karyanya hingga kini masih
bertahan. Ini menunjukkan bahwa Abu Nasr
Mansur adalah seorang
astronom dan ahli matematika yang luar biasa,"
papar ahli sejarah Matematika
John Joseph O'Connor dan Edmund
Frederick Robertson
Dalam bidang Matematika,
Abu Nasr memiliki tujuh karya, sedangkan sisanya
dalam bidang astronomi.
Semua karya yang masih bertahan telah
dipublikasikan, telah
dialihbahasakan kedalam bahasa Eropa, dan ini
memberikan beberapa
indikasi betapa sangat pentingnya karya sang
ilmuwan Muslim itu.
Secara khusus Abu Nasr
mempersembahkan sebanyak 20 karya kepada muridnya al-Biruni. Salah satu
adikarya sang
saintis Muslim ini adalah
komentarnya dalam The Spherics of Menelaus.
Perannya sungguh besar
dalam pengembangan trigonometri dari perhitungan Ptolemy
dengan penghubung dua titik
fungsi trigonometri yang hingga kini masih
tetap digunakan. Selain
itu, dia juga berjasa dalam mengembangkan dan
mengumpulkan tabel
yang mampu memberi solusi angka yang mudah untuk
masalah khas spherical
astronomy (bentuk astronomi).
Abu Nasr juga mengembangkan
The Spherics of Menelaus yang merupakan bagian
penting, sejak karya asli
Menelaus Yunani punah. Karya Menelaus berasal
dari dasar solusi angka
Ptolemy dalam masalah bentuk astronomi yang
tercantum dalam risalah
Ptolemy bertajuk Almagest.
"Karyanya di dalam
tiga buku: buku pertama mempelajari kandungan/kekayaan bentuk
segitiga, buku kedua
meneliti kandungan sistem paralel lingkaran dalam
sebuah bola/bentuk mereka
memotong lingkaran besar, buku ketiga
memberikan bukti dalil
Menelaus," jelas O'Cornor dan Robertson.
Pada karya trigonometrinya,
Abu Nasr Mansur menemukan hukum sinus sebagai
berikut:
a/sin A = b/sin B = c/sin
C.
"Abu'l-Wafa
mungkin menemukan hukum ini
pertama dan Abu Nasr Mansur mungkin belajar
dari dia. Pastinya keduanya
memiliki prioritas kuat untuk menentukan
dan akan hampir pasti tidak
pernah diketahui dengan kepastian," ungkap
O'Cornor dan Robertson.
O'Cornor dan Robertson juga
menyebutkan satu nama lain, yang disebut sebagai
orang ketiga yang
kadang-kadang disebut sebagai penemu hukum yang sama,
seorang astronom dan ahli
matematika Muslim dari Persia, al-Khujandi
(940 M - 1000 M).
Namun, kurang beralasan
jika al-Khujandi disebut sebagai penemu hukum sinus, seperti yang ditulis Samso
dalam
bukunya Biography in
Dictionary of Scientific Biography (New York
1970-1990). "Dia
adalah seorang ahli astronomi praktis yang paling
utama, yang tidak peduli
dengan masalah teoritis," katanya.
Risalah Abu Nasr membahas
lima fungsi trigonometri yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah dalam
bentuk astronomi. Artikel menunjukkan
perbaikan yang diperoleh
Abu Nasr Mansur dalam penggunan pertama
sebagai nilai radius. Karya
lain Abu Nasr Mansur dalam bidang astronomi
meliputi empat karya dalam
menyusun dan mengaplikasi astrolab.
Al-Biruni, Saksi Kehebatan
Abu Nasr Sejatinya, dia adalah murid sekaligus kawan bagi Abu Nasr Mansur.
Namun, dia
lebih terkenal dibandingkan
sang guru. Meski begitu, al-Biruni tak pernah melupakan jasa Abu Nasr dalam
mendidiknya.
Kolaborasi kedua ilmuwan
dari abad ke-11 M itu sangat dihormati dan
dikagumi.
Abu Nasr telah 'melahirkan'
seorang ilmuwan yang sangat hebat. Sejarawan Sains Barat, George Sarton begitu
mengagumi
kiprah dan pencapaian
al-Biruni dalam beragam disiplin ilmu. ”Semua
pasti sepakat bahwa
Al-Biruni adalah salah seorang ilmuwan yang sangat
hebat sepanjang zaman,”
cetus Sarton.
Bukan tanpa alasan bila
Sarton dan Sabra mendapuknya sebagai seorang ilmuwan yang agung.
Sejatinya, al-Biruni memang
seorang saintis yang sangat fenomenal.
Sejarah mencatat, al-Biruni
sebagai sarjana Muslim pertama yang
mengkaji dan mempelajari
tentang seluk beluk India dan tradisi
Brahminical. Dia sangat
intens mempelajari bahasa, teks, sejarah, dan
kebudayaan India.
Kerja keras dan keseriusannya dalam mengkaji dan mengeksplorasi beragam aspek
tentang India, al-Biruni pun dinobatkan sebagai ‘Bapak Indologi’ —
studi tentang India. Tak cuma itu, ilmuwan dari Khawarizm, Persia itu
juga dinobatkan sebagai ‘Bapak Geodesi’.
Di era keemasan Islam, Al-Biruni ternyata telah meletakkan dasar-dasar satu cabang keilmuan
tertua yang berhubungan dengan lingkungan fisik bumi. Selain itu,
al-Biruni juga dinobatkan sebagai ‘antropolog pertama’ di seantero
jagad. Sebagai ilmuwan yang menguasai beragam ilmu, al-Biruni juga
menjadi pelopor dalam berbagai metode pengembangan sains.
Sejarah sains mencatat, ilmuwan yang hidup di era kekuasaan Dinasti Samaniyah
itu merupakan salah satu pencetus metode saintifik eksperimental.
Al-Biruni pun tak hanya menguasai beragam ilmu seperti; fisika,
antropologi, psikologi, kimia, astrologi, sejarah, geografi, geodesi,
matematika, farmasi, kedokteran, serta filsafat. Dia juga turun
memberikan kontrbusi yang begitu besar bagi setiap ilmu yang
dikuasainya itu
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar